Topik tentang intoleransi makanan kini mulai menjadi bahan perbincangan. Namun, bagi sebagian orang yang belum familiar, berbagai pertanyaan mungkin muncul, "Mengapa penting untuk waspada tentang intoleransi makanan? Langkah apa yang perlu diambil?"
Intoleransi makanan seperti intoleransi laktosa dan intoleransi gluten cukup umum terjadi. Diperkirakan 68% orang di seluruh dunia memiliki intoleransi laktosa, dengan kasus yang paling tinggi di Asia (80-100%), Hispanik/Latin (70-95%), dan Amerika (15-80%). Sementara itu, untuk intoleransi gluten, data menunjukkan sekitar 0,5-6% masyarakat global mengalami kondisi ini.
Bagi mereka yang sudah familiar dengan istilah intoleransi makanan, topik ini mungkin menarik untuk dibahas. Namun, bagi mereka yang belum mengenal, hal ini tentu menimbulkan pertanyaan penting, "Mengapa penting bagi saya untuk mengetahui intoleransi makanan? Dan tindakan apa yang harus saya ambil?" Pada artikel ini, kita akan membahasnya lebih lanjut. Namun sebelum itu, mari kita mengenal intoleransi makanan dan jenisnya terlebih dahulu.
Apa Itu Intoleransi Makanan?
Setiap makanan yang memasuki tubuh kita biasanya akan melalui proses pencernaan untuk memecahnya menjadi unit terkecilnya. Unit terkecil inilah yang kemudian dapat diserap oleh tubuh kita sebagai nutrisi. Namun, ada beberapa situasi ketika sistem pencernaan kita tidak mampu (atau tidak sepenuhnya mampu) untuk mencerna jenis makanan tertentu. Kondisi ini disebut intoleran makanan. Akibatnya, beberapa gejala dapat muncul, seperti mual, diare, sakit perut, perut mengeluarkan gas, kembung, dll.
Intoleransi makanan sering disalahartikan sebagai alergi makanan, karena memang kedua istilah ini digunakan secara bergantian. Meskipun keduanya memicu reaksi yang mirip setelah konsumsi makanan tertentu, tapi proses yang terjadi dalam tubuh berbeda. Mari kita lihat tabel berikut untuk memahami perbedaan intoleransi makanan dan alergi makanan.
Seperti yang dapat dilihat pada tabel di atas, perbedaan mendasar antara intoleransi makanan dan alergi makanan adalah sistem tubuh yang terlibat. Intoleransi makanan berkaitan dengan sistem pencernaan dan responsnya cenderung tidak berbahaya. Sementara itu, alergi makanan melibatkan respon dari sistem kekebalan tubuh dan dapat mengancam jiwa. Bahkan, pada alergi, paparan sedikit pun dapat memicu respon tubuh yang serius. Perbedaan kedua kondisi ini juga akan berpengaruh pada cara penanganannya yang berbeda. Untuk alergi makanan, tindakan yang tepat adalah dengan mengidentifikasi makanan yang membuat alergi dan berusaha total menghindarinya.
Lalu, bagaimana cara menangani intoleransi makanan? Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh, mari kita gali lebih dalam tentang jenis intoleransi makanan yang umum terjadi dan pengaruhnya bagi tubuh kita.
3 Jenis Intoleransi Makanan
Intoleransi laktosa
Laktosa disebut juga sebagai "gula susu", karena ia terkandung dalam susu mamalia, seperti sapi, kambing, dan manusia. Agar tubuh dapat memperoleh manfaat dari laktosa dan menggunakannya sebagai sumber energi, laktosa perlu dicerna oleh enzim laktase terlebih dahulu.
Seseorang yang memiliki intoleransi laktosa tidak memiliki enzim laktase yang cukup di usus halus. Akibatnya, laktosa yang tidak tercerna kemudian berinteraksi dengan bakteri di usus besar sehingga menyebabkan gejala seperti kembung, gas, kram perut, dan diare. Jika Teman Nala memiliki gejala tersebut setelah mengonsumsi susu atau produk susu lainnya, tenang saja, Teman Nala tidak sendirian. Hampir 70% populasi dunia memiliki intoleransi laktosa; terutama orang Asia dan Afrika.
Meskipun gejalanya ringan dan tidak berbahaya, orang yang intoleran dengan laktosa dapat mengalami komplikasi berupa kekurangan vitamin dan mineral penting seperti vitamin A, vitamin B12, vitamin D, kalsium, magnesium, dan zink. Padahal, vitamin dan mineral tersebut berperan dalam menjaga kesehatan tulang. Jika dibiarkan saja, orang yang tidak toleran terhadap laktosa dapat berisiko mengalami osteopenia, osteoporosis, dan kekurangan gizi.
Intoleransi gluten
Gluten adalah jenis protein yang dapat ditemukan dalam gandum dan jenis biji-bijian lainnya. Berbagai produk makanan, minuman, bahkan kosmetik yang menggunakan gluten sebagai bahan untuk menambah protein, rasa, tekstur, dan agen pengikat (seperti pada produk makanan ringan dan keripik) untuk memberikan bentuk yang menarik.
Penjelasan tentang mekanisme tubuh yang intoleransi terhadap gluten masih belum diketahui. Beberapa penelitian mengatakan bahwa hal ini karena karbohidrat tertentu yang mengandung gluten tidak dapat dicerna dengan baik dan tetap berada di saluran pencernaan sampai difermentasi oleh bakteri. Penelitian lain menemukan bahwa gluten dapat mengiritasi lapisan saluran pencernaan sehingga menyebabkan peradangan.
Di samping masalah pencernaan, intoleransi gluten juga dapat menimbulkan komplikasi lain. Misalnya, menurut sebuah penelitian, 64% orang yang memiliki intoleransi gluten mengeluh sering lelah dan letih. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa orang yang intoleransi gluten lebih mudah lelah, terutama setelah mengonsumsi makanan yang mengandung gluten.
Selain itu, gluten juga diketahui berkaitan dengan kesehatan mental. Sebuah studi menemukan bahwa mereka yang memiliki intoleransi gluten juga memiliki kelainan kecemasan (anxiety). Menariknya, diet bebas gluten juga diketahui memiliki dampak signifikan pada perbaikan gejala depresi pada orang dengan intoleransi gluten.
Intoleransi kafein
Kafein relatif mudah ditemukan dalam makanan sehari-hari kita. Teh hitam, teh hijau, minuman bersoda, minuman berenergi, bahkan cokelat, semuanya mengandung level kafein yang berbeda. Masing-masing respon tubuh terhadap kafein juga bervariasi pada setiap individu. Ada sebagian orang yang masih bisa tertidur setelah mengonsumsi 2 cangkir kopi. Sementara itu, sebagian lainnya mengalami insomnia setelah minum kopi yang hanya setengah cangkir. Kelompok kedua ini tergolong dalam individu yang tidak toleran terhadap kafein.
Orang-orang yang memiliki intoleransi kafein tidak dapat mencerna kafein secara optimal. Akibatnya, sistem hormon mereka merespon dengan mengeluarkan terlalu banyak hormon adrenalin yang kemudian mengaktifkan aktivitas metabolisme tubuh. Hal ini dapat menyebabkan gejala seperti gelisah, cemas, diare, dan insomnia.
Pentingnya Waspada Tentang Intoleransi Makanan
Beberapa uraian diatas tentang intoleransi makanan membuat kita memahami bahwa tubuh kita memiliki kemungkinan untuk intoleran terhadap makanan tertentu. Meskipun gejala dari intoleransi makanan sebagian besar tidak berbahaya, kita tetap perlu mengambil tindakan antisipasi dalam berbagai kondisi agar gejala tersebut tak mengganggu aktivitas dan produktivitas kita sehari-hari. Tak hanya itu, waspada terhadap intoleransi makanan berarti juga waspada terhadap komplikasi kesehatan yang dapat terjadi.
Jika kita menyadari bahwa kita memiliki intoleransi laktosa, kita dapat mulai membuat perencanaan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan vitamin B12, vitamin D, kalsium, magnesium, dan seng agar tidak mengalami defisiensi (kekurangan).
Dengan mengetahui bahwa kita termasuk yang intoleransi terhadap gluten, kita akan termotivasi untuk konsisten mengurangi gluten atau bahkan menjalankan diet bebas gluten di tengah banyak godaan untuk makan tanpa kendali.
Jika kita memahami bahwa kita tergolong ke dalam kelompok yang intoleransi kafein, kita akan menyimpan kopi dan coklat untuk nanti, setelah menyelesaikan semua pekerjaan di akhir hari.
Untuk mengetahui intoleransi makanan, lakukan tes dengan NutriReady™ sekarang juga dengan menghubungi Costumer Service kami melalui WhatsApp di wa.me/628119941440.
Leave a Comment