Sejak penemuan metode skrining untuk mendeteksi kelainan genetik, semakin banyak inovasi yang dibuat untuk meneliti bidang tersebut. Maraknya penyakit genetik di Indonesia semakin mendorong besarnya peran tes genetik untuk mengatasinya.
Ditinjau oleh dr. Namira Kesuma Jelita, Nalagenetics
Tes genetik akhir-akhir ini bisa dibilang sedang “naik daun”. Dalam arti, penggunaannya di dunia kesehatan semakin luas dan sering ditemukan di fasilitas penyedia layanan kesehatan.
Sejak penemuan metode skrining genetik di tahun 1961 oleh Robert Guthrie, penggunaan DNA dan konsep-konsep genetik pun berkembang pesat yang akhirnya membuahkan banyak penemuan yang berguna untuk berbagai macam bidang, terutama kesehatan.
Robert Guthrie sendiri mengembangkan metode skrining genetik untuk mendeteksi kelainan genetik yaitu phenylketonuria (PKU) yang terdapat pada bayi yang baru lahir.
Seiring berjalannya waktu, tentunya teknologi untuk meneliti genetika semakin maju. Namun, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia vs. penyakit genetik
Indonesia telah sukses mengurangi kejadian kelahiran prematur dan penyakit menular pada bayi baru lahir. Namun, tingkat kematian pada bayi masih sangat tinggi yang secara mayoritas disebabkan oleh cacat lahir. Dikutip dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), angka tersebut meningkat sampai 19% pada tahun 2010.
Menurut sebuah penelitian, sindrom Down atau trisomi 21 adalah kelainan genetik yang paling umum terjadi dengan frekuensi 1 dari 700 kelahiran bayi. Indonesia juga memiliki persentase tinggi untuk thalassemia, sebuah kelainan pada sel darah merah yang menyebabkan anemia dan keletihan. Sekitar 2%-11% dari populasi Indonesia mengidap thalassemia, membuatnya salah satu negara yang termasuk dalam “Thalassemia Belt”. Sekarang, pasien thalassemia di Indonesia terestimasi mencapai sekitar 10,000 orang.
Meskipun begitu, kelainan maupun penyakit genetik tidak pernah dipertimbangkan sebagai kondisi yang serius di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh persentase tinggi dari kejadian penyakit menular yang terus menguras sumber daya manusia serta dana pengobatan.
Penelitian pada tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat kekurangan informasi mengenai penyakit genetik. Hal ini mungkin disebabkan oleh sumber dana dan akses pada teknologi canggih yang terbatas. Ditambah lagi, penyakit genetik dipandang sebagai sesuatu yang tidak dapat disembuhkan, sehingga tidak banyak ilmuwan Indonesia yang tertarik mempelajari bidang ini.
Seiring berkembangnya teknologi, terutama perkembangan tes DNA yang Anda lihat mulai banyak dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa mulai menimbulkan ketertarikan kembali pada penelitian genetik. Apalagi setelah munculnya precision medicine yang menerapkan tes genetik – tapi, apa sih tes genetik itu sebenarnya?
Precision medicine, si senjata utama di era baru dunia kesehatan
Mungkin Anda sudah tahu, bahwa semua orang terlahir dengan DNA yang berbeda alias unik! Hal ini pun dipergunakan oleh para dokter dan ilmuwan untuk memprediksi cara pengobatan dan pencegahan yang lebih akurat untuk sang pasien melalui kode genetika unik mereka – inilah yang disebut sebagai precision medicine.
Tahukah Anda bahwa pendekatan Indonesia dalam hal penerapan dan pengobatan berdasarkan genetika sudah dimulai sejak tahun 1970-an?
Tentu saja, jumlah penyedia layanan kesehatan yang menawarkan servis genetik sangatlah sedikit pada waktu itu. Layanan yang ditawarkan pun sebatas metode Giemsa solid staining, yang hanya menghitung jumlah kecacatan, tapi tidak bisa memberikan solusi untuk mengatasinya.
Sekarang, terutama setelah pandemi COVID-19 menyerang, masyarakat sudah lebih sadar akan pentingnya tes genetik. Jumlah penyedia layanan kesehatan yang menawarkan tes genetik pun meningkat dengan harapan membuka jalan untuk perawatan kesehatan yang lebih baik dan akurat di Indonesia.
Tapi, bagaimana caranya?
Ini dia, peran tes genetik di dunia kesehatan Indonesia menurut WHO!
Menurut World Health Organization (WHO), penyebab kematian tertinggi di dunia adalah serangan jantung dan stroke. Data ini juga berlaku di Indonesia, dikutip dari Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tren penyakit jantung yang tadinya sebesar 0.5% pada tahun 2013 telah meningkat menjadi 1.5% pada tahun 2018.
Dengan data ini dan berkembangnya penerapan tes genetik, tentunya bisa berdampak sangat besar pada kesehatan masyarakat Indonesia. Tes genetik dapat memprediksi dan mengevaluasi perawatan penyakit jantung, dalam aspek pengobatan maupun perbaikan gaya hidup.
Bagaimana caranya?
Dengan DNA yang unik, cara tubuh bekerja sehari-harinya pun berbeda-beda, termasuk proses pencernaan obat-obatan dan makanan yang dikonsumsi! Ketika informasi tersebut diperoleh melalui tes DNA, Anda dapat membuat sebuah pedoman unik tersendiri untuk cara-cara merawat dan menjaga kesehatan Anda secara akurat, apalagi ketika seseorang mengidap penyakit beresiko tinggi seperti stroke atau hipertensi.
Pedoman ini dapat memberikan informasi seperti seberapa efektif obat-obatan yang Anda sedang atau akan konsumsi, apakah Anda perlu mengubah dosisnya, apakah Anda alergi pada obat tersebut, bahkan sampai makanan apa saja yang harus dihindari atau dikonsumsi lebih banyak!
Ini semua dapat diperoleh dengan satu prosedur yang simpel dan mudah yang dapat dilakukan dari kenyamanan rumah Anda sendiri – cukup dengan melakukan cheek swab di bagian rongga mulut, Anda sudah bisa merasakan manfaat tes genetik yang dapat membawa banyak manfaat kesehatan dalam kehidupan Anda sehari-hari.
Yuk, simak profil genetik Anda bersama RxReady™ dan NutriReady™ dari Nalagenetics untuk mengetahui rekomendasi obat-obatan dan nutrisi terbaik untuk masa depan yang lebih sehat!
Kunjungi website kami di www.nalagenetics.com !
Sumber:
https://www.genome.gov/Pages/Education/GeneticTimeline.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/229000921.pdf
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370234/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35950580/
https://medlineplus.gov/genetics/understanding/precisionmedicine/definition/
Leave a Comment