NalaGenetics Digest | Genetics, Health & Wellness Updates

COVID-19: Respon Imun Kita terhadap Penyakit Ini

Written by NalaGenetics | 2023 Jun 16 15:15:20

Seiring pencarian terhadap obat dan vaksin yang optimal untuk COVID-19 terus berlanjut, para peneliti berusaha untuk mengerti bagaimana tubuh kita merespon terhadap infeksi COVID-19.

Seiring pencarian terhadap obat dan vaksin yang optimal untuk COVID-19 terus berlanjut, para peneliti berusaha untuk mengerti bagaimana tubuh kita merespon terhadap infeksi COVID-19 dan apa yang terjadi di dalam tubuh kita saat tubuh kita sedang berperang dengan virus SARS-CoV-2. Infeksi oleh SARS-CoV-2 secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tingkat: (1) periode inkubasi tidak bergejala dengan atau tanpa virus yang bisa terdeteksi, (2) periode bergejala tidak berat dengan keberadaan virus, dan (3) tahap gejala gangguan pernapasan berat dengan konsentrasi virus yang tinggi di dalam tubuh.

P: Bagaimana tubuh anda merespon terhadap infeksi COVID-19?

Secara klinis, respon imun yang dipicu oleh infeksi SARS-CoV-2 terbagi menjadi dua fase: tahap awal (tidak berat) dan tahap berat. Dalam tahap tidak berat, respon imun adaptif yang spesifik dibutuhkan untuk melenyapkan virus dan mencegah perkembangan penyakit menuju ke tahap berat. Terdapat dua jenis respon imun dalam tubuh manusia: imunitas bawaan (innate) dan imunitas adaptif. Imunitas bawaan merujuk pada mekanisme pertahanan tidak spesifik yang segera muncul atau dalam beberapa jam setelah keberadaan antigen di dalam tubuh terdeteksi. Batasan fisik seperti kulit, zat-zat dalam darah, atau sel-sel imun yang menyerang materi asing di dalam tubuh merupakan bagian dari imunitas bawaan. Imunitas bawaan teraktivasi oleh properti signaling dari antigen. Berbeda dengan respon imun bawaan, imunitas adaptif merujuk kepada respon imun yang spesifik terhadap setiap antigen yang bersifat lebih rumit. Antigen harus terlebih dahulu diproses dan dikenali. Setelah antigen telah dikenali, imunitas adaptif membuat pasukan sel imun yang dirancang secara spesifik untuk menyerang antigen tersebut. Imunitas adaptif juga memiliki “memori” yang mengoptimalkan respon terhadap satu antigen secara spesifik di masa depan, yang menghasilkan efek imunitas protektif untuk mencegah inang terinfeksi oleh penyakit yang sama. Respon imun adaptif membutuhkan inang untuk berada dalam kondisi fisik yang baik dan secara genetik mampu untuk menghasilkan imunitas antiviral yang spesifik.

Masalah muncul saat respon imun kita gagal untuk menghasilkan efek protektif yang cukup kuat. Jika sistem imun inang gagal untuk mencegah reproduksi virus, virus akan menyebabkan kerusakan pada jaringan yang terinfeksi, terutama pada organ dengan ekspresi reseptor ACE2 yang tinggi. Ini karena virus berhasil masuk ke dalam sel dan bereplikasi di dalam sel, menyebabkan sel menjadi rusak. Sel-sel yang rusak ini akan mengirimkan sinyal ke sel-sel imun yang menyebabkan inflamasi pada paru-paru. Proses ini sebagian besar diperantarai oleh beberapa sel imun seperti makrofag dan granulosit. Inflamasi paru-paru merupakan penyebab utama dari kondisi mengancam nyawa pada pasien COVID-19 tahap berat. Pada tahap ini, kondisi fisik yang baik sudah tidak dapat ditunjang oleh pasien. Saat kerusakan berat pada paru-paru sudah terjadi, harus dilakukan suatu usaha untuk menekan inflamasi dan mengelola gejalanya.

Perlu diperhatikan juga bahwa setelah dipulangkan dari rumah sakit, beberapa pasien mengalami infeksi kembali. Ini mengindikasikan bahwa respon imun untuk mengeliminasi virus SARS-CoV-2 mungkin sulit terpicu pada beberapa pasien, dan vaksin dapat saja bersifat tidak efektif untuk individu-individu ini. Skenario ini perlu dipertimbangkan dalam proses pengembangan vaksin.

P: Bagaimana cara kerja dari antibodi kita?

Respon Antibodi terhadap Infeksi COVID-19

Antibodi kita dapat menghalangi masuknya virus ke dalam sel dengan proses yang disebut netralisasi. Dalam kasus SARS-CoV, penempelan virus pada reseptor ACE2 pada sel manusia terhalangi saat antibodi netralisasi berikatan dengan protein S dan mencegah protein S untuk melakukan kontak dengan sel kita. Antibodi netralisasi juga bisa berinteraksi dengan komponen sistem imun lainnya seperti komplemen, fagosit, dan sel natural killer (NK) untuk membantu dalam pembersihan patogen. Tetapi dalam beberapa kasus yang jarang, antibodi yang bersifat spesifik terhadap patogen tertentu malah memicu terjadinya infeksi, fenomena tersebut dikenal sebagai antibody-dependent enhancement (ADE).

Dalam proses netralisasi virus yang diperantarai oleh antibodi, antibodi berikatan dengan receptor-binding domain (RBD) dari protein spike (S) virus, berikut juga dengan domain lainnya, untuk mencegah virus berikatan dengan reseptor masuknya, ACE2.



P: Apakah ada risiko potensial yang berhubungan dengan respon imun ini?

Risiko Terjadinya Antibody Dependent Enhancement (ADE)

Meskipun pada umumnya antibodi bersifat protektif dan menguntungkan, fenomena ADE telah ditemukan pada virus demam berdarah dan virus lainnya. Pada infeksi SARS-CoV, ADE diperantarai oleh reseptor Fc yang diekspresikan oleh sel imun yang berbeda-beda, termasuk monosit, makrofag, dan sel B. Ini berarti antibodi yang spesifik untuk SARS-CoV dapat menginisiasi masuknya virus ke dalam sel yang yang mengekspresikan reseptor Fc. Meskipun begitu, infeksi oleh makrofag akibat ADE tidak menghasilkan proses replikasi virus, melainkan kompleks virus-antibodi-makrofag memicu inflamasi dan kerusakan pada jaringan akibat proses aktivasi respon imun lainnya.

Dalam infeksi antibody-dependent enhancement, antibodi non-netralisasi dalam jumlah kecil dan berkualitas rendah menempel pada partikel virus. Reseptor Fc yang terekspresi pada monosit atau makrofag menempel pada antibodi dan memfasilitasi masuknya virus dan infeksi.‌‌

 

P: Dapatkan susunan genetik Anda berkontribusi terhadap respon imun?

Haplotipe HLA dan Infeksi SARS-CoV-2

Perbedaan genetik telah diketahui untuk berkontribusi dalam variasi respon imun di antara individu. Seberapa baik sistem imun dapat bereaksi terhadap patogen tertentu sebagian dipengaruhi oleh gen-gen spesifik yang dapat membantu sel untuk mengidentifikasi partikel asing yang masuk ke dalam tubuh. Gen human leukocyte antigen (HLA) mengandung instruksi untuk mengekspresikan protein yang dapat berikatan dengan bagian-bagian dari patogen, yang bertindak seperti bendera peringatan untuk mengirimkan sinyal kepada sel-sel imun. Sel imun yang telah terlatih untuk mengenali sinyal tersebut memulai proses pembuatan antibodi untuk menghancurkan patogen. Haplotipe HLA yang berbeda berhubungan dengan kerentanan terhadap penyakit yang berbeda. Contohnya, infeksi SARS-CoV memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi pada individu dengan genotipe HLA-B*46:01. Penelitian menunjukkan bahwa HLA-B*46:01 memiliki protein pengikat terprediksi yang paling sedikit yang dapat mengenali SARS-CoV-2. Ini berarti mungkin individu dengan alel ini lebih rentan terhadap COVID-19, seperti sebelumnya terlihat pada SARS-CoV. Sebaliknya, ditemukan juga bahwa HLA-B*15:03 menunjukkan kapasitas pengenalan terbaik untuk protein SARS-CoV-2 yang bersifat highly conserved yang dimiliki oleh coronavirus manusia lainnya, sehingga diduga bahwa individu dengan alel ini dapat mengaktifkan sel imun dengan lebih baik untuk melawan virus.

Informasi ini dapat berguna untuk (1) manajemen klinis yang bersifat strategis, (2) evaluasi dari efektivitas vaksinasi pada individu yang berbeda-beda dalam populasi umum, dan (3) penugasan tenaga medis dan tim manajerial yang selektif di tengah interaksi dengan pasien COVID-19.


 

Referensi

https://www.nature.com/articles/s41418-020-0530-3#Sec1

https://www.nature.com/articles/s41577-020-0321-6#Sec1

https://jvi.asm.org/content/early/2020/04/16/JVI.00510-20

http://www.biology.arizona.edu/immunology/tutorials/immunology/page3.html#:~:text=Innate%20immunity%20refers%20to%20nonspecific,antigen's%20appea