Skip to content

Kodein pada Ibu Menyusui dan Anak (dari Perspektif Farmakogenomik)

Kodein merupakan obat umum untuk mengobati nyeri sedang. Meskipun begitu, ada reaksi farmakogenomik merugikan yang berasal dari kodein, terutama ketika digunakan oleh ibu yang menyusui. Jika tidak memenuhi pedoman penggunaan, hasilnya dapat merugikan sang bayi.


Kodein adalah obat analgesik yang sering digunakan sebagai pereda batuk, atau untuk mengobati nyeri sedang. Setelah bertahun-tahun, kodein mendapatkan popularitas ketika sakit atau nyeri berlanjut, bahkan setelah pengobatan dengan parasetamol atau NSAID. Kodein telah dipasarkan sebagai opioid lemah dan didukung oleh organisasi kesehatan pemerintah sebagai pilihan untuk mengobati nyeri kanker dan pasca operasi.

Radar chart

Description automatically generated
Photo:  PubChem

Namun, semakin banyak laporan yang menunjukkan bahwa analgesik ini terlibat dengan efek samping, atau bahkan kematian pada anak dan neonatus. Artikel ini akan membahas farmakogenomik kodein, cara kerjanya, toksisitas opioid neonatal, serta pedoman pengobatan saat ini. Selain itu, akan dibahas juga saran untuk penggunaan kodein yang tepat dan pengujian genom sebelum kehamilan.

Kodein, ASI, dan Farmakogenomik

Tanggapan terhadap obat-obatan sangat berhubungan dengan profil genetik seseorang. Hubungan dinamis ini telah dipelajari dalam bidang farmakogenomik untuk mengidentifikasi variabilitas genetik. Enzim sitokrom P450 merupakan salah satu superfamili gen yang dipelajari karena adanya hubungan dengan efek samping obat.

CYP2D6 adalah gen dari superfamili sitokrom P450 yang bertanggung jawab atas metabolisme berbagai macam obat termasuk kodein. Pada dasarnya, kodein merupakan analgesik lemah. Obat ini akan di metabolisme di dalam hati oleh enzim CYP2D6 menjadi komposisi metabolit yang lebih aktif. Metabolit seperti morfin dan kodein-6-glukuronida terutama bertanggung jawab atas efek analgesik kodein. Tingkat metabolisme kodein tergantung pada genotipe CYP2D6 individu. Status fenotipe (status metabolisme buruk, menengah, normal, dan ultrarapid) menghasilkan perbedaan dalam respons terhadap kodein.

Kasus toksisitas neonatal diidentifikasi pada April 2005 ketika seorang ibu diberi resep kodein dan parasetamol selama 2 minggu untuk meredakan nyeri episiotomi setelah ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki. Setelah 2 minggu menyusui, bayi tersebut menjadi abu-abu dan meninggal tidak lama kemudian. Analisis post mortem gagal untuk mengidentifikasi anomali anatomi. Namun, konsentrasi morfin pada serum bayinya sangat tinggi. Ternyata, ASI pada ibu juga memiliki konsentrasi morfin yang tinggi. Ini dikonfirmasikan sebagai penyebab kematian pada bayinya. Analisis genotipe untuk CYP2D6 mengungkapkan bahwa sang ibu heterozigot untuk alel CYP2D6*2A dengan duplikasi gen CYP2D6*2x2. Genotipe ini sesuai dengan status metabolisme ultrarapid dan dikaitkan dengan peningkatan dalam pembentukan morfin dari kodein.

Menyusul kasus ini, penelitian Madadi et al. dilakukan untuk menyelidiki prevalensi dan mekanisme toksisitas neonatal oleh opioid. Polimorfisme dalam superfamili sitokrom P450 dan UGT2B7 adalah fokus penelitiannya. Mereka mempelajari varian genetik dari 72 wanita yang diberi resep kodein untuk nyeri obstetrik selama menyusui. Pada umumnya, dua bayi dengan ibu yang menunjukkan fenotipe CYP2D6 ultra-rapid metabolizer (UM) dan UGT2B7*2/*2 menunjukkan gejala keracunan opioid neonatus. Hal ini sejalan dengan temuan sebelumnya dalam kasus April 2005. Selanjutnya, penelitian ini menunjukkan hubungan dosis-respons antara konsumsi kodein dan toksisitas neonatal. Dosis serendah 0,63 mg/kg sudah cukup untuk menghasilkan tanda-tanda depresi sistem saraf pusat pada bayi.

Menurut Sistonen et al., prevalensi pasien dengan kodein UM berkisar antara 2-40%. Ini menyoroti pentingnya genotipe ibu atau skrining sebelum konsumsi kodein yang berkepanjangan.

Pedoman Kodein Saat Ini dan Resep yang Dipandu Genotipe

Dua tahun setelah kasus toksisitas morfin neonatal 2005, ada penurunan yang signifikan dalam tingkat dispensasi kodein untuk wanita postpartum karena adanya anjuran kesehatan masyarakat dari Food and Drug Admiration (FDA) US yang didukung oleh dokter lokal. Masyarakat diberitahu tentang efek samping terkait farmakogenomik yang mengancam jiwa dan pedoman kodein pun dibuat untuk ibu menyusui.

Pada April 2017, FDA menerbitkan batasan yang lebih kuat  di mana ibu menyusui tidak boleh diberi resep kodein. Namun, jika kodein diperlukan, pedoman dosis harus diikuti. Dosis kodein terendah dapat diresepkan tidak lebih dari empat hari. Dalam kasus dimana nyeri pasca persalinan berlanjut, analgesik alternatif akan diresepkan.

Selain pedoman ketat yang dibuat untuk meminimalkan potensi kejadian yang mengancam jiwa, pengujian genetik adalah cara lain untuk memahami dan menghindari efek samping obat-obatan.

Kemajuan dalam farmakogenomik memungkinkan skrining genetik lebih awal untuk memahami respons Anda terhadap obat tertentu. Nalagenetics menyediakan RxReady™ sebuah tes genetik untuk menilai varian genetik Anda dan membimbing dokter dalam memilih obat yang paling sesuai. Alat ini menganalisis empat gen paling penting yang umumnya terkait dengan reaksi obat, termasuk CYP2D6. Selanjutnya, panel skrining ini mencakup lebih dari 158 obat dalam bidang psikiatri, kardiologi, manajemen nyeri dan manajemen asam urat. Melakukan skrining genetik dengan Nalagenetics dapat membantu meningkatkan keputusan prenatal dalam menyesuaikan pilihan pengobatan sebelum dan sesudah melahirkan.

Pendekatan yang kami sarankan untuk pengujian genetik telah didukung oleh para peneliti, meskipun terbilang cukup baru dalam praktik klinis. Baru-baru ini, Department of Veterans Health Administration US telah merekomendasikan tes genotipe CYP2D6 agar menghindari masalah yang berkaitan dengan resep opioid dan memahami respons potensial terhadap obat lain yang di metabolisme oleh enzim yang sama.

Meskipun secara garis besar digambarkan sebagai obat batuk yang tidak berbahaya, kodein telah menyebabkan reaksi merugikan pada individu dengan varian genetik tertentu, yaitu individu dengan fenotipe CYP2D6 UM karena menyebabkan kekhawatiran besar seputar penggunaan kodein untuk menghilangkan rasa sakit pasca persalinan. Artikel ini telah membahas bagaimana ibu dengan CYP2D6 UM dapat secara tidak sengaja menyebabkan efek samping yang mengancam jiwa pada bayi mereka karena akumulasi morfin dalam ASI. Nalagenetics mendorong genotyping untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang variabilitas genetik. Dengan menganalisis gen menggunakan RxReady™, dapat membantu menghindari kejadian yang tidak  untuk meningkatkan keputusan dan perjalanan saat kehamilan. Uji gen Anda sekarang dengan Nalagenetics. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi 08119941440.

Leave a Comment